Kenapa Orang Indonesia Tertarik Dengan Kabar Orang Pindah Agama? Ternyata Ini Jawabanya!

Kenapa perpindahan agama, sesuatu yang personal, sangat mudah menarik perhatian publik?

Nama Lindswell Kwok menjadi pusat perhatian setelah memenangkan emas untuk Indonesia dalam Asian Games 2018, Agustus lalu. Medali emas yang diraih Lindswell adalah emas kedua untuk Indonesia di Asian Games, untuk wushu nomor Taijijian dan Taijiquan.

Sponsored Ad

Saat itu, bahkan Presiden Joko Widodo pun mengucapkan selamat melalui akun Twitter resmi presiden.

Beberapa bulan kemudian, Lindswell menggelar resepsi pernikahan dengan atlet wushu Achmad Hulaefi, 9 Desember 2018. Ia menjadi mualaf dan berhijab.

Foto berhijab pertama Lindswell yang dia unggah di Instagramnya, disukai hingga 103 ribu kali.

Sponsored Ad

Google mencatat bahwa warganet lebih penasaran dengan nama Lindswell Kwok saat dia menikah dan berpindah agama, daripada ketika Lindswell berhasil mendapatkan emas di Asian Games.

Puncak popularitas pencarian kata "Lindswell Kwok" terjadi pada 9 Desember dengan skala 100, sedangkan saat dia memenangkan medali emas, kepopulerannya hanya menunjuk pada skala 68.

Roger Danuarta, aktor, tiba-tiba juga menjadi nama yang menyita perhatian di Google pada 30 Oktober, meskipun sehari sebelumnya mesin pencari itu disibukkan dengan kata kunci "Lion Air", mengacu pada pesawat Lion Air JT610 yang jatuh pada 29 Oktober 2018.

Sponsored Ad

Rupanya, pada 30 Oktober beredar kabar di beberapa situs berita bahwa Roger telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan berpindah agama.

Sementara Ovi Duo Serigala, biduan yang terkenal saat menjadi anggota grup musik Duo Serigala, juga menjadi perhatian kerena pindah agama.

Sponsored Ad

Tak seperti Lindswell Kwok dan Roger Danuarta yang menjadi mualaf, Ovi pindah keyakinan menjadi Kristen.

Perempuan dengan nama asli Ovi Sovianti itu masuk dalam daftar nama yang jumlah pencariannya bertambah paling pesat di Google, sehari setelah Natal, 26 Desember 2018.

Profesor Sosiologi dari Universitas Gajah Mada Sunyoto Usman menjelaskan bahwa fenomena pindah agama adalah sesuatu yang sejak lama wajar terjadi dalam masyarakat Indonesia.

Sponsored Ad

"Saya kira pindah agama sudah lama terjadi, dulu penduduk Hindu dan Budha berpindah ke Islam, sebagian pindah Kristen," kata Sunyoto.

Perpindahan agama yang mendapat perhatian lebih di media sosial, menurut Sunyoto, adalah karena isu tersebut dekat dengan keseharian masyarakat.

Akibat sejarah panjang perpindahan agama yang terjadi di Indonesia, pindah agama sudah terekam dalam perbendaharaan pengetahuan masyarakat. Apalagi jika pelaku pindah agama adalah memang seorang figur publik.

Sponsored Ad

"Saat media menyampaikannya kepada publik, itu akan dengan mudah menarik perhatian karena dekat dengan perbendaharaan masyarakat," kata Sunyoto. Akibatnya, masyarakat terpicu untuk memberikan perhatian lebih, maupun mengomentari kejadian tersebut.

Apalagi, menurut Sunyoto, orang memang akan cenderung mendekati, atau membuat koneksi yang intens dengan sesuatu yang memiliki persamaan nasib dan identitas yang sama.

Sehingga, warganet pun merasa tertarik dengan kabar mengenai selebritas yang pindah agama atau selebritas yang meninggalkan agama yang dia peluk.

Sponsored Ad

Politisasi agama

Sunyoto menjelaskan bahwa saat ini, lebih dari sebelumnya, berita terkait dengan agama akan selalu menjadi bahan pembicaraan menarik di masyarakat.

"Ini mungkin juga bisa disambungkan dengan politisasi agama. Dulu ketika tidak ada isu politisasi agama, orang bereaksi biasa saja dengan berita-berita terkait agama," kata dia.

Politisasi agama muncul ketika isu agama digunakan terus menerus sebagai bahan kampanye.

Tak cuma soal pindah agama, masyarakat sangat tertarik dengan identitas agama para politikus dan selebritas.

Sponsored Ad

Tak jarang, kata pencarian populer terkait tokoh tertentu adalah bukan soal prestasinya, tapi soal agamanya.

Pencarian "Susi Pudjiastuti" dalam setahun terakhir misalnya, akan menghasilkan delapan pencarian terkait, tiga di antaranya adalah tentang agama.

Ini terjadi, karena "masih banyak pemilih yang tidak rasional, tapi memilih berdasarkan ikatan primordial," kata Profesor Sunyoto.

"Isu agama digunakan terus menerus karena itulah isu yang paling gampang dicerna. Agama, adat, dan popularitas dipakai untuk memikat pemilih yang masih banyak merupakan pemilih tradisional," kata dia.


Kamu Mungkin Suka