Kol Goreng, Makanan Lezat Namun Dibaliknya Ada Efek Mengerikan!

Indonesia terkenal memiliki beragam penganan khas street food yang lezat dan tidak menguras kocek. Salah satu yang paling jamak dijumpai adalah warung tenda dengan menu pecel lele sebagai andalannya. 

Menu yang simple ini memang menjadi primadona banyak kalangan. Apalagi, biasanya para penjual pecel lele juga turut menawarkan beberapa ‘pendamping’ yang bisa kita pilih untuk menemani santapan.

Sponsored Ad

Salah satu yang paling laris diminati adalah kol goreng. Penganan yang disajikan setelah diiris kecil-kecil dan digoreng dengan minyak jelantah ini punya sensasi menyenangkan saat disantap bersama nasi dan lauk yang masih panas mengepul. Bahkan, tak jarang mereka yang kurang menyukai kol sebagai lalapan akan ketagihan saat menyantap kol goreng.

Kol lalapan VS kol goreng, anti-kanker dan pemicu kanker

Kol segar yang disajikan sebagai lalapan tentunya memiliki kandungan gizi yang mumpuni. Selain kaya akan vitamin dan mineral, kol segar juga mengandung serat makanan penting. Meski rasanya terbilang hambar, kol segar aman dikonsumi karena tidak mengandung kolesterol dan lemak jenuh yang berbahaya, serta sangat kalori. Salah satu peneltian bahkan mengungkapkan bahwa kol segar bisa menurunkan resiko kanker.

Sponsored Ad

Sayangnya, itu semua justru berubah jadi sumber penyakit saat kol digoreng. Loh kok bisa? Penyebabnya mudah diketahui, yakni penggunaan minyak jelantah (minyak bekas menggoreng) yang sudah kelewatan atau sudah terlalu banyak digunakan menggoreng ulang. Penggunaan suhu yang tinggi pun turut merusak kandungan sehat dari kol. Kalau sudah begini, kol yang tadinya menjadi penangkal kanker justru berubah jadi penyebab kanker!

Sponsored Ad

Hal ini dikarenakan para pedagang street food selalu menggoreng kol hingga terlalu matang demi mendapatkan sensasi krispi dari kol. Padahal, menggorengnya hingga terlalu matang justru merangsang pembentukan senyawa karsinogenik yang merupakan senyawa pemicu kanker.

Membuat sendiri

Kita bisa saja mengakalinya dengan memasak sendiri kol goreng dengan minyak baru dan tidak dalam suhu tinggi. Dengan demikian, senyawa karsinogen bisa berkurang. Namun uniknya, banyak orang yang tidak terlalu menyukai kol goreng yang dimasak dengan metode ini. Wajar saja, minyak jelantah biasanya terasa lebih gurih karena sebelumnya sudah digunakan untuk menggoreng aneka lauk yang sudah dibumbui. Terang saja minyak tersebut bisa mempengaruhi rasa dari kol goreng.

Sponsored Ad

Yah, mau bagaimana lagi? Kalau kamu memang sayang dengan kesehatanmu, maka mulailah mengurangi konsumsi kol goreng (yang lezat itu!) dan beralih pada kol segar untuk lalapan. Ah, dasar kol goreng… tidak menyantapmu saat memesan seporsi pecel lele bagaikan diputusin pacar pas lagi sayang-sayangnya, wkwkwk!


Sumber: Inovasee


Kamu Mungkin Suka